Jakarta, petroenergy.id – Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (GAPENSI) menolak rencana pemerinth menaikkan PPN (Pajak Pertambahan Nilai) menjadi sebesar 12% pada tahun depan, lantaran akan memicu berbagai dampak negatif jika kebijakan tersebut tetap dipaksakan untuk diterapkan.
Penolakkan tersebut, lantaran kebijakan tersebut akan berdampak langsung pada harga material dan jasa konstruksi, yang akhirnya akan membebani kontraktor dan masyarakat pengguna infrastruktur.
“Gapensi menolak dengan keras rencana ini. Mayoritas anggota Gapensi adalah UMKM konstruksi yang bekerja pada margin tipis, sehingga kebijakan ini berpotensi melemahkan daya saing mereka,” kata Sekjen Gapensi, La Ode Safiul Akbar, Senin (25/11/2024).
La Ode menegaskan, dengan dinaikkanya PPN dari 11% menjadi 12%, dipastikan dapat memperlambat eksekusi proyek yang sudah direncanakan, terutama proyek-proyek pemerintah.
Lebih lanjut La Ode menyampaikan, jika pemerintah tetap memaksakan penerapan regulasi yang mendapat banyak penolakkan dari berbagai elemen masyarakat ini, maka akan menimbulkan efek berganda, diantaranya kenaikan harga material dan jasa konstruksi akibat PPN dapat membuat anggaran proyek meningkat signifikan. Akibatnya, pemerintah dan sektor swasta mungkin mengurangi jumlah proyek akibat keterbatasan dana, yang berimbas pada penurunan lapangan kerja. Dengan demikian, infrastruktur seperti properti residensial akan semakin mahal, sehingga mempersempit akses masyarakat terhadap hunian.
“Sektor konstruksi memiliki efek multiplier yang besar. Jika sektor ini melemah, rantai pasokan material, tenaga kerja, dan jasa lainnya juga terdampak,” kata La Ode.
La Ode berharap, pemerintah dapat menunda kenaikkan tersebut. Pasalnya, sektor konstruksi adalah motor pemulihan ekonomi pasca pandemi. Oleh karena jika ada kenaikan PPN, makan akan membebani fiscal yang dapat menghambat pertumbuhan sektor ini.
Selain itu, kenaikan PPN berdampak pada seluruh rantai ekonomi, sehingga menurunkan daya beli masyarakat, terutama kalangan bawah. Oleh karena itu, daripada menaikkan tarif, pemerintah dapat memaksimalkan potensi penerimaan pajak dengan memperluas basis pajak dan mengurangi kebocoran.
“Beban pajak tambahan berpotensi memperburuk ketimpangan, terutama bagi pelaku usaha kecil dan masyarakat berpenghasilan rendah,” tutur La Ode.
Untuk itu, pihaknya tengah berupaya untuk mengajukan masukan langsung kepada Kementerian Keuangan dan DPR, dengan membawa data dampak potensial kebijakan ini. Menurut La Ode, kenaikan PPN harus dipertimbangkan secara komprehensif dengan analisis dampak ekonomi dan sosial.
“Gapensi perlu mendorong kolaborasi antara pelaku usaha konstruksi, pemerintah, dan masyarakat untuk mencari solusi yang adil, mengedepankan efisiensi proyek dan inovasi teknologi untuk mengurangi biaya operasional agar dampak kenaikan tarif tidak terlalu signifikan, serta mengadvokasi kebijakan yang tidak hanya menjaga kepentingan anggotanya tetapi juga melindungi daya beli masyarakat dan mempercepat pemulihan ekonomi nasional,” ujar dia. (mk/*)