Jakarta,  Petroenergy.id -  Kementerian Energi dan Sumber Daya mineral (ESDM) mengakui bahwa Chevron Pacific Indonesia berencana melepas bisnis geothermalnya. Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Rida Mulyana mengatakan, Chevron sedang mengkaji rencana penjualan saham (farm out) Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Salak dengan kapasitas 370 Megawatt (MW) dan Derajat dengan kapasitas 240 MW.

Menurut Rida, Chevron masih menghitung untung rugi bila menjual geothermal. "Saat saya tanya ke Chevron kemarin soal keseriusan farm out, mereka bilang lagi mengusahakan untuk tidak farm out," tandas Rida, beberapa waktu lalu, sebagaimana dikutip dari KONTAN.

Rencana farm out proyek geothermal Chevron itu, kata Rida,  dilatarbelakangi bisnis utama Chevron di sektor minyak dan gas (migas) lesu karena harga minyak mentah dalam tren turun Dengan pertimbangan ini, mereka memangkas lini bisnis yang tak menguntungkan, di luar bisnis inti. Namun, saat harga minyak naik lagi mendekati US$ 40 per barel, Chevron bingung. "Mereka pikir- lagi dijual,"ujarnya.

Sementara Direktur Panas Bumi Ditjen EBTKE Kementerian ESDM, Yunus Saefulhak menambahkan, Chevron sedang melakukan audit internal untuk melihat keuntungan dan kerugian atas rencana penjualan geothermalnya. Bahkan sudah meminta non disclosure agreement atau membuka data ke pemerintah. Cara ini dilakukan agar auditor internal perusahaan  bisa melihat dan menghitung aset geothermal di Indonesia. "Setelah dia tahu untung ruginya, tahu benefit mana yang dijualnya, baru dia putuskan," kata Yunus.

Jika keputusan Chevron menjual bisnis panas bumi di Indonesia jadi, Yunus Saefulhak berharap Chevron mengutamakan BUMN, apakah Pertamina atau PT PLN. Apalagi, saat ini Chevron sudah melakukan joint operation dengan Pertamina Geothermal dan bertransaksi penjualan listrik dengan PLN. [] (Kontan/Yuniman)